PARA PERINTIS DAN PELETAK DASAR
SOSIOLOGI HUKUM
PERINTIS-PERINTIS
SOSIOLOGI HUKUM
1.
Aristoteles,
Hobbes, Spinoza, Montesquieu
Aristoteles di jaman purba ( 385 – 322 )
dan Montesquieu di jaman modern ( 1689 – 1755 ) adalah yang hampir mendekati
pada sosiologi hukum metodis. Aristoteles mengemukakan keseluruhan masalah yang
semestinya harus di pecahkan; Montesquieu, yang di pengaruhi oleh “fisika
social” dari Hobbes ( 1588 – 1679 ) dan oleh Spinoza ( 1632 – 1677 ) telah
menghilangkan prasangka-prasangka kesusilaan pada telaahan berdasarkan kepada pengamatan
empiris secara sistematis.
Sosiologi hukum Aristoteles didapati dalam
ethica ( lihat ethica nicomachea, bagian I, V, VIII dan IX ) dan dalam litica;
diintegrasikan ke dalamfilsafat praktisnya.
Menurut aristoteles, semua hukum, baik
yang diselenggarakan oleh kemauan manusia maupun di luar kemauan manusia (
hingga boleh dikatakan “kodrat” hanyalah semata-mata perumusan rasional dari
tuntutan-tuntutan nomos ( Ethica Nic. 1129 dan seterusnya).hukum menurut
aristoteles adalah tuntutan-tuntutan hokum yang ditetapkan dalam rumus-rumus,
adalah lebih absrak, lebih statis dari Nomos yang konkret, dan dalam hal
inihukum cendrungketinggalan dan selalu harus menyesuaikan dirinya kepadanya,
suatu fakta yang secara jelas-jelas mensugestikan masalah kenyataan social
hokum. Tipe-tipe itu sendiri dapat di selenggarakan sebagai fungsi-fungsi dari berbagai
philia dan koinonia, karena kenyataab hokum yang hidup dapat dapat menegaskan
dirinya sendiri dalam suatu milieu social ; social milieu ini tersusun dari
bentuk-bentuk ikatan social dan dari kelompok-kelompok khusus.
Tiga macam hokum yang berdasarkan
pertinbangan-pertimbangan mikrososiologis membawa Aristoteles kepada teorinya
yang terkenal mengenai keadilan komutatif dan distributive ( atau, lebih tepat
lagi, mengnai ketidaksamaan ( 1301 a dan seterusnya). Terhadap ketiga macam
hokum itu ia menempatkan kerangka-kerangka hokum yang diselenggarakan berkenaan
dengan tipe-tipe kelompok koinonia; hokum keluarga kecil dan keluarga besar
(yang disebut terakhir ini merupakan suatu kelompok produksi yang menguasai
budak-budak), hokum desa-desa yang terdiri dari persatuan-persatuan
keluarga-keluarga, hokum kota-kota, hokum serikat persaudaraan, dan akhirnya
hokum kelompok politik, Negara. Yang tersebut akhir ini terpecah-pecah dalam
tipe yang banyaknya sesuai dengan jumlah bentuk pemerintah hokum kerajaan, hokum
aristrokrasi, dan suatu hokum yang bersesuaian dengan politiea ( bentuk
pemerintahan yang sempurna ); hokum tiranik ( sangat tidak efektif); hokum
plogarchis dan demokratis – sebagai bentuk-bentuk turunan dari ketiga hokum
diatas, dan selanjutnya dapat dibagi dalam berbagai tipe-tipe ( Pol, ,
1,III,1280 dan seterusnya; IV, VI; ethica nic, VII, 1, Bab XI-XIII).
Aristoteles mengintegrasikan sosiologi
hokum dengan metafisika dogmatisnya, telah berhasil berhasil memperoleh suatu
pandangan singkay mengenai masalah-masalah asasi dari mikrososiologi hokum,
sosiologi hokum diferensial, sosiologi hokum genetis, tetapi hanya di lapangan
sosiologi hokum genetis, dan selanjutnya di khususkan kepada hokum Negara
Yunani masa itu, aristoteles mencapai hasil-hasil yang tepat.
2. Doktrin-doktrin yang Membahas Tata
Tertib Hukum “Masyarakat” Sebagai Lawan Negara
Rentetan panjang doktrin-doktrin ini,
yang bermula pada Grotius dan Leibniz dan sampai pada Proudhon di perancis dan
Gierke di Jerman, tidak mengemukakan masalah sosiologi hokum yang
methodis,tetapai secara spontan tidak sedikit mengajukan bahasan tipologi
hokum.
Hugo Grotius ( 1583-1645), setelah
melepaskan appetitussocietas dan communites yang berdasarkan appetitus
societies itu dari segala ikatan-ikatannya dengan Negara, pada satu pihak, dan
di lain pihak dengan corpus mysticum, yang bertentangan dengan monisme
keserbanegaraan (statist) atau keagamaan yang di anut oleh orang-orang sebelum
dia, mengutarakan konsepsi tata tertib-tata tertib social yang sederajat dan
bercorak pluralistis.
Filosuf besar, Leibniz (1647-1716), yang
di samping ilmu pastinya, selama hidupnya menekini hokum, meneruskan bahasan
tipologi kelompok yang dihentikan Grotius. Menurut Leibniz hokum terdiri dari
“penyempurnaan masyarakat mahluk-mahluk yang berakal”.dan dalam pengertian ini
ada hubungan nya dengan moralitet, yang kejelasannya agak dikurangi dan
dibatasi olehnya dengan perhitungan-perhitungan secara logis; tetapi hokum
selalu dilahirkan oleh sesuatu kelompok yang nyata, yang berubah-rubah
dengannya. Bukan hanya hokum positif, tetapi hokum alam pada hakikatnya serba
kebetulan pula; keduanya timbul dari “kebenaran-kenerankenyataan” dan bukannya
dari “kebenaran-kebenaran abadi”.
Nettelbladt menegaskan adanya perbedaan
antara jura socialia societatis – kerangka-kerangka hokum otonom yang mengatur
kehidupan batin setiap kelompok dan hokum lahiriah kelompok-kelompok yang
mengatur hubungan mereka suatu hokum antar kelompok yang sejenis dengan hokum,
perorangan. Jus sociale societatis adalah dasar dari potestas socialis, yang
menurut kekuasaan Negara (imperium) hanya, merupakan tipe tunggal diantara
banyak tipe yang lainnya.
A.L. Schore, ahli sejarah, ahli
statistic, dan serjana hokum, dari sini menyimpulkanadanya pertentangan antara
burgerliche Gesellscaft (masyarakat sipil dan ekonomi) dan Negara, sebagai dua
kerangka hokum yang berdiri sendiri-sendiri, yang satu bersesuain dengan
keseluruhan kelompok-kelompokyang berdasarkan aktivitet, dan yang lainnya
bersesuaian dengan keseluruhan kelompok yang berdasarkan tempat.
Fichte (1762-1814) hanya mencatat
kenyataan bahwa tata tertib hokum “masyarakat” jauh sekali lebih kaya dari pada
tata tertib hokum Negara, baik mengenai isi rohaninya maupun daya kehidupan
spontanitasnya. Ia berpikir, bahwa benarlah kesimpulan bahwasannya kemajuan
susila akan menganggap negara itu tidak berguna, dan akan “melenyapkan dalam
masyarakat”, sementara itu muridnya Krause (1781-1832) setelah dengan secara
tajam membatasi idealisasi “masyarakat” dari gurunya. Dalam bukunya rbild der
Menscheit (1811), Krause tetap meyakinkan, bahwa “Negara hanya mewakili satu
sector dari seluruh kehidupan masyarakat, dan bahwa perkumpulan-perkumpulan
lainnya bukan dibawahi oleh Negara, melainkan sejajar dengannya.”
3.
Sejarah
Umum Hukum, Ilmu Perbandingan Hukum, Etnologi Hukum, Kriminologi
Henry Sumner Maine dalam bukunya Ancient
Law : its Connection With the Early History of Society and its Relation to
modern Ideas (1861) memulai jenis penyelidikan tentang beberapa persamaan
antara hokum Hindu dan hokum Irlandia. Ia meminta perhatian-perhatian
masyarakat-masyarakat desa (bentuk-bentuk clan yang disetempatkan) diberbagai
lingkungan perabadan. Masyarakat yang berbagi-bagi, yang dianggapnyasebagai
benih dari segala perkembangan hokum (Lectures on the Early History of
Institution, 1876; Dissertations on Early law and costom, 1984). Maine percaya
bahwa melalui telaah-telaahnya dalam ilmu perbandingan sejarah, ia dapat
menyelanggarakan suatu hokum umum tentang perkembangan hokum.
Hokum evolusi yang ditemukan oleh
Herbert Spencer, adalah bertalian dengan usaha untuk mencari benih perkembangan,
Montesquieu terhadap ilmu hokum perbandingan yang dogmatis, Maine menengahkan
metode perbandingannya yang memperhatikan fase-fase sejarah, dan hanya menjajarkan
lembaga-lembaga hukum yang terdapat pada tingkat sejarah yang sama.
Maxime Kovalewski, yang melanjutkan
tradisi maine, menggunakan metode histories komparatif dengan lebih hati-hati
daripada maine, dalam karyanya Tableau des origins et de I’evolution de la
famille et de ia propriete (1890), dan khususnya dalam coutume contemporaine et
la loi ancienne (1893). Kovalewski mendapatkan dalam “ilmu perbandingan sejarah
hokum (the comparative history of law ) perwujudan emperisme sosiologis di
lapangan ini; ia percaya bahwa fungsi dari ilmu tersebut ialah mencari
persamaan-persamaan dan bukannya perbedaan-perbedaan. Tetapi bersama itu , ia
menggunakan usahanya tak untuk menelaah silsilah yang tiada kesudahannya dari
lembaga-lembaga hokum yang dahulu, yakni, untuk menetapkan tipe hokum kuno
(archaic law). Karena, ia mengakui “mata rantai yang menghubungkannya hilang.
Lebih hati-hati lagi adalah Dereste dalam karyanya Etudes d”Histoire de Droit
(1902); ia membatasi dirinya dengan menguraikan hokum purba, rakyat demi
rakyat, dan menentang suatu generalisasi sosiologis dari evolusi hokum, bahkan
juga menentang “ethnologi hokum” (juridical ethnology) yang menyelenggarakan
suatu tipe umum dari hukum kuno.
Sarjana hokum Austria, R.V.Ihering,
seorang ahli sejarah hukum Romawi yang masyhur (cf. Geist des Romischen Rechts,
vol.I-III, 1865-9), bertindak lain. Ia membahas hokum romawi dalam semangat sosiologis
yang lebih luas, mengintegrasikan perubahan-perubahannya dengan evolusi
masyarakat romawi sebagai keseluruhan dan dengan tepatnya berusaha “untuk
mematahkan pesona, yang membelenggu kita dan membuat kita membalikkan ilmu
hokum menjadi ilmu pasti”
Gough ,1890;jilid ketiga, 7 jilid,
1911-15), dan kesimpulan mengenai lembaga-lembaga hokum kuno dalam The Magical
Origin of Kings 1905, dan Psyche’s Task, 1909) menimbulkan serentetan masalah
betul-betul asasi mengenai hokum kuno (archaic). Meskipun adanya
kesimpulan-kesimpulan umum yang terlalu tergesa-gesa dan evolusionisne yang
sangat diragukan kebenarannya, namun antropologi tersebut, ternyata tak
berpretensi untuk menggantikan keseluruhan dari sosiologi hokum atau menganggap
dirinya sebagai pengganti suatu teori hukum.
Ahli sosiologis perancis yang masyhur
Gabrial Tarde (1843-1904) menciptakan teorinya tentang peniruan-peniruan
social, yang terdiri dari ulangan-ulangan penemuan perseorangan, ia secara
intensif mengasyiki masalah kepidanaan. Dalam karyanya Criminalite Comparee
(1888), La Philosphie Penale (1890), Etudes Penales et Sociales (1892),
Lesfoules et les sects criminalles (1893) yang dicetak kembali dalam L’Opinion
et la foule (1901), ia berusaha menelaah kejahatan selaku fungsi yang
dianggapnya sebagai suatu kenyataan social.
PELETAK-PELETAK
DASAR SOSIOLOGI HUKUM
1)
Durkheim
Karya Durkheim De la division du travail
social dan “deux lois de l’evolution penale”, semua karyanya termasuk dalam
catatannya yang penting yang diterbitkan dalam Annee Sociologique.
Suatu analisis yang lebih terperinci
menyebabkan Durkheim mengadakan tipe-tipe lainnya di dalam tipe utama dari
peraturan-peraturan hokum dan bentuk-bentuk kesetiakawanan ini. Dengan
demikian, di dalam hokum restitutif, Durkheim membedakan hokum kontrak dari
hokum yang berada di luar kontrak (hokum rumah tangga, hokum serikat buruh,
hokum konstitusionil, dan lain-lainnya). Selanjutnya ia menyatakan bahwa dalam
kontrak itu tak semuanya bersifat kontrak dan bahwa sering kerja sama kita yang
bersifat suka rela menciptakan kewajiban-kewajiban yang tak kita inginkan,
yakni, ada timbul di bawah bentuk kontrak hokum yang tidak dapat dikembalikan
kepada jumlah anggota-anggota atau apa yang semenjak Durkheim dinamakan
actes-regles (undang-undang yang mengatur) atau “contracts of adhesion”.
Durkheim menimbulkan masalah sosiologi
hokum diferensial dengan mengadakan suatu klasifikasi dari tipe-tipe social
yang nilainya berbeda suatu sama lainnya dan menelaah system hokum yang
bersesuaian dengan setiap-tiap tipe ini. Sudah tentu di sini ia berundan dengan
tipe hokum dari masyarakat-masyarakat yang meliputi segala-galanya
(all-inclusive society) yang sama sekali identik dengan kesetiawanan mekanis
dan mempunyai suatu sistem hokum yang seluruh bersesuaian dengan hokum represif
: ini adalah “horde” atau masyarakat yang tak terbagi-bagi.
Durkheim membeda-bedakan : (1) tipe
masyarakat bersahajanya yang berbidang-bidang, yang terbentuk dari clan-clan
(horde yang diintegrasikan dengan satuan yang lebih besar) – seperti yang
terdapat di antara bangsa Australia dan Iroquoi ; (2) tipe masyarakat berbidang
bidang yang tersusun secara sederhana, yang dalamnya terlebur banyak suku
(misalnya konfederasi Iroquoi atau Kabyle); (3) tipe masyarakat
berbidang-bidang yang tersusun rangkap, seperti kota-kota, uni dari
konfederasi-konfederasi, suku-suku (misalnya Curiae Romawi). Tiap-tiap tipe
masyarakat yang meliputi segalanya ini mempunyai struktur keagamaan, hokum dan
ekonominya sendiri.
Durlheim memakaikan pandangan-pandangan
umum tentang perkembangan hokum hanya kepada satu tipe masyarakat : tipe yang
tersusun dari klan-klan totem. Pembatasan ini adalah kekuatan besar dari
sosiologi hokum genetisnya, karena sosiologi hokum ini mungkin, jikalau kita
telah mengulanginya berkali-kali, hanya di dalam suatu rangka kualitatif,
karena berbagai factor perubahan digabungkan di dalam tiap-tiap tipe dengan
cara yang tak beraturan.
Durkheim cendrung kepada monism social
dan hokum : ia mnyusun kelompok-kelompok bahwanya dalam suatu hierarki yang
rapi, dan kelompok-kelompok professional senantiasa dibawahkan kepada Negara,
yang lebih tinggi dari pada masyarakat internasional. Pandangan ini, yang
sangat bertentangan dengan ini, yang sangat bertentangan dengan relativisme
sosiologis, pada hubungannya dengan konsepsinya tentang kesadaran kolektif yang
khas, yang menggantikan penggandaan kesadaran-kesadaran kolektif yang saling
bertentangan yang kita peroleh dari dalam kehidupan masyaraka keseluruhan, dan
bahkan di dalam setiap kelompok yang khas.
2)
Duguit,
Levy, dan Hauriou
Tiga peletak dasar sosiologi hokum
bangsa perancis, Leon Duguit (Meninggal tahun 1938), Emmanuel Levy, dan Maurice
Hauriou (meninggal tahun 1930), sampai pada sosiologi hokum bukan dari
sosiologi, tetapi dari ilmu hokum. Sedang dua orang tersebut dahulu dapat di
anggap sebagai murid-murid Durkheim, maka yang terakhir ini menganggap sebagai
lawannya. Tetapi, Haurio-lah yang meneruskan mencarisintesa antara realisme dan
idealisme sebagai suatu dasar bagi sosiologi hokum. Sebaliknya, Duguit
menganggap dirinya “realistis dan bukannya naturalistis” dalam orientasinya,
sedang Levy cenderung kepada subjektivismenya yang sangat idealistis. Mengenai
pembahasannya tentang masalah-masalah yang kongkret mereka memusatkan
perhatiannya kepada tipologi hokum dari kelompok-kelompok yang khas, suatu
bahasan yang agak terabaikan oleh Durkheim; selanjutnya, mereka menambahkan
kepada penyelidikan ini bahsan perubahan-perubahan system hokum dewasa ini.
Sementara itu, mereka menegaskan peranan hokum yang spontan dan dinamis, sebagai
dasar kenyataan social hokum. Tetapi apa yang kurang pada ketiga sarjana itu
ialah bahsan-bahasan masalah mikrososiologi hokum, dan juga difrensiasi antara
tiga aspek fundamental dari sosiologi hokum; dalam hal ini, dipandang dari
sudut metodis, mereka kurang dibandingkan dengan Durkheim, meskipun lebih
unggul dari pada Durkheim dalam memahami keanekaragaman kenyataan kehidupan hokum dewasa ini.
Leon Duguit tidak begitu mengindahkan
bahsan sosiologi hokum itu sendiri, melainkan mementingkan penggunaannya dalam
ilmu hokum- yakni teknis sebagai seni dari sistematisasi hukumyang benar-benar
berlaku, khususnya hokum konstitusionil.
Emmanuel Levy, member orientasi yang
semata-mata bersifat objektif dan idealistis. Buku-bukunya, La’Affirmation du
Droit Collectif (1903), dan Les Fondements de Droit (1929), merupakan sosiologi
hokum berdasarkan semata-mata atas “kepercayaan-kepercayaan kolektif”.
Maurice Hauriou, sama seperti Durkheim
berusaha mencari suatu dasar yang “idealistis-realistis “ bagi sosiologi hokum.
Tetapi tidak seperti Durkheim, ia dengam tegas membenarkan ketidak mungkinan
direduksikannya lagi tingkat nialai-nilai dan gagasan-gagasan yang mengambil
bagian di dalam kehidupan social, mengenai akal budi kolektif yang memahami
nilai-nilai dan gagasan-gagasan itu. Sebaliknya, menurut Maurice Hauriou,
gagasan-gagasan ini member perlawanan, dan bertindak sebagai objeknya.
3)
Max
Weber dan Eugene Ehrlich
Meski sosiologi hokum Max Weber
(meninggal dunia tahun 1922), yang diutarakannya dalam Bab VII pada bagian ke-2
dari Wirtsschaft und Gesellschaft, telah diterbitkan bertahun-tahun kemudian
dari karya-karya sarjana Austria, Eugene Ehrlich (yang meninggal dunia tahun
1923), namun konsepsi-konsepsi Ehrlich bolehlah dianggap sebagai suatu jawaban
pendahuluan terhadap kecendrungan weber
untuk membawakan sosiologi hokum kepada sistematisasi ilmu-ilmu hokum
yang dogmatis konstruktif.
Kenyataannya bahwa “ilmu” hokum dogmatis
–normatif bukanlah suatu ilmu melainkan semata-mata suatu teknik yang dipakai
untuk mencapai tujuan-tujuan pengadilan yang bersifat temporer, menjadi sangat
jelas apa bila diketahui bahwa yang asas-asas yang biasanya dianggap bersumber
pada “logika hokum” yang tidak berubah-ubah, sesungguhnya hanyalah penyesuaian
kepada keadaan-keadaan kesejarahan yang sangat konkret. Demikian lah tiga
“postulat” dari “ apa yang dinamakan logika yang sebenarnya”.
Postulat yang pertama –terikatnya
hakim-hakim kepada dalil-dalil hokum abstrak yang ditetapkan terlebih dahulu –
adalah semata-mata hasil absorsi yang disengaja dari hokum asing (romawi) oleh
sekelompok Negara-negara daratan Eropa.
Postulat kedua- bahwa semua hokum
tergantung kepada Negara hanya diterima mengingat kebutuhan-kebutuhan monarki
absolute (quod principi placuit habet legis vigorem) dan kemudian beralih
kedalam rezim-rezim republic.
Postulat terakhir- kesatuan monistis
dari hokum, adalah semata-mata suatu teknik yang menguntungkan sentralisasi
yang berlebih-lebihan dari Negara, suatu prosedur yang secara sadar bersifat
khayal dan berdasarkan rasionalisme deduktif. Postulat ini demikian
bertentangan dengan kenyataan hokum yang hidup.
4)
O.W.
Holmes
Fase persiapannya berkaitan erat dengan
nama hakim holmes, salah seorang sahabat karib dari filosop besar amerika,
William james. Dalam bukunya Common law (1881), dan lagi dalam serangkaian
bahasan-bahasannya yang penting, holmes sudah member isyarat yang disebut
dengan tepatnya oleh professor arondon “revolusi sosiologi dalam ilmu hokum” di
amerika sambil menolak dengan tegasnya baik mazab anlitis maupun mazab
historis, holmes menekankan perlunya bagi sarjana huku untuk yang berkaitan
dengan pekerjaanya memberikan perhatian kepada penalahaan yang objektif dan
empiris dari kenyataan social yang aktuil,bagaimana sebagaimana yang dilakukan
oleh ilmu-ilmu social, khususnya sosiologi
5)
Roscoe
Pound
Sosiologi hokum di Amerika serikat telah
menemukan ketelitian yang sangat terperinci dan meluas, berkat penemuan ilmiah
Roscoe pound, paka tiada tandingnya dari mazab “ilmu hokum sosiologis
yurifrudensi”. Pikiran pound dibentuk dari hasil ketentangan secara terus
menerus dari masalah-masalah sosiologis,masalah-masalah filsafat,
masalah-masalah sejarah hokum, masalah-masalah sifat pekerjaan
pengadilan-pengadilan amerika (unsure kebijaksanaan administrative dalam proses
pengadilan). Pemikiran pound lebih mngutamakan tujuan-tujuan praktis :
(1).menelaah,(2).mengajukan,(3).menciptakan,(4).study,(5).membela
aje,(6).tujuan
Berbagai defenisi hokum dan berbagai
filsafat hokum pada tingkst pertama adalah suatu usaha untuk menerangkan secara
rasional hokum massa dan tempat atau beberapa unsure didalamnya yang tepat dan
khas.
6)
Benjamin
Cardozo
Seperti halnya dengan sosiologi hukum
holmes dan pound,maka sosiologi hokum hakim cardoozo ini bertolak dari
perenungan tentang perlunya memperbaharui teknik hokum yang actual dengan
menutup jurang antara teknik hokum itu dan kenyataan hokum yang hidup dewasa
ini
Meskipun demikian, Cardozo tidaklah mau
mengikuti yang dicontohkan duguit, krabbel dan ehrlich dan untuk memasukkan
kenyataan social yang terdalam hokum itu sendiri.sambil mengecam
penulis-penulis tersebut, yang menyatakan bahwa”adat kebiasaan”hanya menjadi
hokum jika mendapat sanksi atau mampu mengadakan sanksi demi
pengadilan-pengadilan. Ia bersandar pada defenisi holmes tentang hokum sebagai
suatu “Ramalan tentang apa yang akan dilakukan oleh pengadilan menurut
Cardozo,cukup memadai untuk menetapkan kemungkinan berhasil, bahwa adat
kebiasaan pada suatu hari akan dapat “berwujud sebagai suatu pertimbangan”
untuk menganggapnya sebagai hukum
REALISME
HUKUM DAN SELANJUTNYA
Para realis-realis hokum memulai dengan
interpretasi yang sangat sempit dan sungguh-sungguh buruk dari defenisi hokum
holmes, yakni hokum sebagai “ramalan tentang apa yang akan dilakukan oleh
pengadilan-pengadilan”. Sambil menghapuskan dari pertimbangan mereka peraturan,
azas, pedoman, nilai-nilai,pendapat-pendapat para hakim dan akhirnya hokum yang
dipaksakan kepada pengadilan-pengadilan secara langsung atau tidak langsung
para realis ini secara primitive mereduksikan hokum menjadi putusan-putusan
para hakim semata-mata, atau lebih tepat : kelakuan-kelakuan hakim.
Beberapa realis bahkan ingin melangkah
lebih jauh lagi.mereka menegaskan gagasan bahwa semua yang tak terlihat tidak
teraba dalam hukum.nilai-nilai rohani khusus yang terwujud didalamnya,pandangan
realities hokum,bahkan mereka yang paling cermatpun.
Sosiologi hokum, demikian ditegaskan
sekarang,harus memperhatikan jenis-jenis masyarakat yang berbagai macam dan
peranan kelompok-kelompok tertentu dalam setiap kelompok dan harus diterangkan dalm setiap tipe saling
tidak social.demikkianlah,obyek sosiologi hokum tidak dapat dan tidak harus
dihubungkan dengan adanya pengadilan-pengadilan Negara.
BEBERAPA
ALIRAN DEWASA INI
Di Perancis studi-studi terbaru di lapangan
sosiologi hokum (kecuali bagi aliran-aliran dalam mahzab Durkheim) pada umumnya
memusatkan usahanya kepada suatu penguraian dari percobaan-percobaan dalam
hokum kepada suatu studi mengenai corak-corak khas hokum serikat-serikat hokum
yang berlawanan dengan hokum Negara. Maximo Lorey, dalam buku-bukunya yang
sekarang menjadi klasik. Menyumbangkan suatu contoh untuk jenis studi ini, yang
hanya berdasarkan pengamatan deskriptif dari corak ragam empiris dan di
bebaskan dari segala tuntutan dan kecendrungan yang dogmatis.
Lebih penting lagi di lihat dari sudut
sosiologi hokum yang sesungguhnya ialah sumbangan John R. commons dalam
karyanya yang luar bias. The Legal Faundations of Capitalism (1924).
Sebagaiamana yang dijuntukkan oleh judulnya, buku ini khususnya diperuntukan
bagi pelukisan sosiologis tentang system hokum dewasa ini, yakni tipologi hokum
masyarakat serba meliputi sekarang ini.
Sosiologi hokum genetis di eropa tengah,
yang diterapkan pada masyarakat dewasa ini, harus dicatat secara khusus karya seorang
Austria, Karl Renner, yang berjudul De Rechtsinstitute des Privatrechts und
ihre Soziale Funktion des Rechts. Buku ini menentang “kerangka hokum” yang
tidak dapat diubah-ubah dengan akibatb ekonomi serta sosialnya di bawah
pemerintahan kapitalisme.
0 komentar :
Posting Komentar