Jumat, 26 April 2013

PARA PERINTIS DAN PELETAK DASAR SOSIOLOGI HUKUM


PARA PERINTIS DAN PELETAK DASAR SOSIOLOGI HUKUM

                                        PERINTIS-PERINTIS SOSIOLOGI HUKUM 
1.      Aristoteles, Hobbes, Spinoza, Montesquieu
Aristoteles di jaman purba ( 385 – 322 ) dan Montesquieu di jaman modern ( 1689 – 1755 ) adalah yang hampir mendekati pada sosiologi hukum metodis. Aristoteles mengemukakan keseluruhan masalah yang semestinya harus di pecahkan; Montesquieu, yang di pengaruhi oleh “fisika social” dari Hobbes ( 1588 – 1679 ) dan oleh Spinoza ( 1632 – 1677 ) telah menghilangkan prasangka-prasangka kesusilaan pada telaahan berdasarkan kepada pengamatan empiris secara sistematis.
      Sosiologi hukum Aristoteles didapati dalam ethica ( lihat ethica nicomachea, bagian I, V, VIII dan IX ) dan dalam litica; diintegrasikan ke dalamfilsafat praktisnya.
      Menurut aristoteles, semua hukum, baik yang diselenggarakan oleh kemauan manusia maupun di luar kemauan manusia ( hingga boleh dikatakan “kodrat” hanyalah semata-mata perumusan rasional dari tuntutan-tuntutan nomos ( Ethica Nic. 1129 dan seterusnya).hukum menurut aristoteles adalah tuntutan-tuntutan hokum yang ditetapkan dalam rumus-rumus, adalah lebih absrak, lebih statis dari Nomos yang konkret, dan dalam hal inihukum cendrungketinggalan dan selalu harus menyesuaikan dirinya kepadanya, suatu fakta yang secara jelas-jelas mensugestikan masalah kenyataan social hokum. Tipe-tipe itu sendiri dapat di selenggarakan sebagai fungsi-fungsi dari berbagai philia dan koinonia, karena kenyataab hokum yang hidup dapat dapat menegaskan dirinya sendiri dalam suatu milieu social ; social milieu ini tersusun dari bentuk-bentuk ikatan social dan dari kelompok-kelompok khusus.
      Tiga macam hokum yang berdasarkan pertinbangan-pertimbangan mikrososiologis membawa Aristoteles kepada teorinya yang terkenal mengenai keadilan komutatif dan distributive ( atau, lebih tepat lagi, mengnai ketidaksamaan ( 1301 a dan seterusnya). Terhadap ketiga macam hokum itu ia menempatkan kerangka-kerangka hokum yang diselenggarakan berkenaan dengan tipe-tipe kelompok koinonia; hokum keluarga kecil dan keluarga besar (yang disebut terakhir ini merupakan suatu kelompok produksi yang menguasai budak-budak), hokum desa-desa yang terdiri dari persatuan-persatuan keluarga-keluarga, hokum kota-kota, hokum serikat persaudaraan, dan akhirnya hokum kelompok politik, Negara. Yang tersebut akhir ini terpecah-pecah dalam tipe yang banyaknya sesuai dengan jumlah bentuk pemerintah hokum kerajaan, hokum aristrokrasi, dan suatu hokum yang bersesuaian dengan politiea ( bentuk pemerintahan yang sempurna ); hokum tiranik ( sangat tidak efektif); hokum plogarchis dan demokratis – sebagai bentuk-bentuk turunan dari ketiga hokum diatas, dan selanjutnya dapat dibagi dalam berbagai tipe-tipe ( Pol, , 1,III,1280 dan seterusnya; IV, VI; ethica nic, VII, 1, Bab XI-XIII).
      Aristoteles mengintegrasikan sosiologi hokum dengan metafisika dogmatisnya, telah berhasil berhasil memperoleh suatu pandangan singkay mengenai masalah-masalah asasi dari mikrososiologi hokum, sosiologi hokum diferensial, sosiologi hokum genetis, tetapi hanya di lapangan sosiologi hokum genetis, dan selanjutnya di khususkan kepada hokum Negara Yunani masa itu, aristoteles mencapai hasil-hasil yang tepat.
2.      Doktrin-doktrin yang Membahas Tata Tertib Hukum “Masyarakat” Sebagai Lawan Negara
Rentetan panjang doktrin-doktrin ini, yang bermula pada Grotius dan Leibniz dan sampai pada Proudhon di perancis dan Gierke di Jerman, tidak mengemukakan masalah sosiologi hokum yang methodis,tetapai secara spontan tidak sedikit mengajukan bahasan tipologi hokum.
Hugo Grotius ( 1583-1645), setelah melepaskan appetitussocietas dan communites yang berdasarkan appetitus societies itu dari segala ikatan-ikatannya dengan Negara, pada satu pihak, dan di lain pihak dengan corpus mysticum, yang bertentangan dengan monisme keserbanegaraan (statist) atau keagamaan yang di anut oleh orang-orang sebelum dia, mengutarakan konsepsi tata tertib-tata tertib social yang sederajat dan bercorak pluralistis.
Filosuf besar, Leibniz (1647-1716), yang di samping ilmu pastinya, selama hidupnya menekini hokum, meneruskan bahasan tipologi kelompok yang dihentikan Grotius. Menurut Leibniz hokum terdiri dari “penyempurnaan masyarakat mahluk-mahluk yang berakal”.dan dalam pengertian ini ada hubungan nya dengan moralitet, yang kejelasannya agak dikurangi dan dibatasi olehnya dengan perhitungan-perhitungan secara logis; tetapi hokum selalu dilahirkan oleh sesuatu kelompok yang nyata, yang berubah-rubah dengannya. Bukan hanya hokum positif, tetapi hokum alam pada hakikatnya serba kebetulan pula; keduanya timbul dari “kebenaran-kenerankenyataan” dan bukannya dari “kebenaran-kebenaran abadi”.
Nettelbladt menegaskan adanya perbedaan antara jura socialia societatis – kerangka-kerangka hokum otonom yang mengatur kehidupan batin setiap kelompok dan hokum lahiriah kelompok-kelompok yang mengatur hubungan mereka suatu hokum antar kelompok yang sejenis dengan hokum, perorangan. Jus sociale societatis adalah dasar dari potestas socialis, yang menurut kekuasaan Negara (imperium) hanya, merupakan tipe tunggal diantara banyak tipe yang lainnya.
A.L. Schore, ahli sejarah, ahli statistic, dan serjana hokum, dari sini menyimpulkanadanya pertentangan antara burgerliche Gesellscaft (masyarakat sipil dan ekonomi) dan Negara, sebagai dua kerangka hokum yang berdiri sendiri-sendiri, yang satu bersesuain dengan keseluruhan kelompok-kelompokyang berdasarkan aktivitet, dan yang lainnya bersesuaian dengan keseluruhan kelompok yang berdasarkan tempat.
Fichte (1762-1814) hanya mencatat kenyataan bahwa tata tertib hokum “masyarakat” jauh sekali lebih kaya dari pada tata tertib hokum Negara, baik mengenai isi rohaninya maupun daya kehidupan spontanitasnya. Ia berpikir, bahwa benarlah kesimpulan bahwasannya kemajuan susila akan menganggap negara itu tidak berguna, dan akan “melenyapkan dalam masyarakat”, sementara itu muridnya Krause (1781-1832) setelah dengan secara tajam membatasi idealisasi “masyarakat” dari gurunya. Dalam bukunya rbild der Menscheit (1811), Krause tetap meyakinkan, bahwa “Negara hanya mewakili satu sector dari seluruh kehidupan masyarakat, dan bahwa perkumpulan-perkumpulan lainnya bukan dibawahi oleh Negara, melainkan sejajar dengannya.”      
3.      Sejarah Umum Hukum, Ilmu Perbandingan Hukum, Etnologi Hukum, Kriminologi
Henry Sumner Maine dalam bukunya Ancient Law : its Connection With the Early History of Society and its Relation to modern Ideas (1861) memulai jenis penyelidikan tentang beberapa persamaan antara hokum Hindu dan hokum Irlandia. Ia meminta perhatian-perhatian masyarakat-masyarakat desa (bentuk-bentuk clan yang disetempatkan) diberbagai lingkungan perabadan. Masyarakat yang berbagi-bagi, yang dianggapnyasebagai benih dari segala perkembangan hokum (Lectures on the Early History of Institution, 1876; Dissertations on Early law and costom, 1984). Maine percaya bahwa melalui telaah-telaahnya dalam ilmu perbandingan sejarah, ia dapat menyelanggarakan suatu hokum umum tentang perkembangan hokum.
Hokum evolusi yang ditemukan oleh Herbert Spencer, adalah bertalian dengan usaha untuk mencari benih perkembangan, Montesquieu terhadap ilmu hokum perbandingan yang dogmatis, Maine menengahkan metode perbandingannya yang memperhatikan fase-fase sejarah, dan hanya menjajarkan lembaga-lembaga hukum yang terdapat pada tingkat sejarah yang sama.
Maxime Kovalewski, yang melanjutkan tradisi maine, menggunakan metode histories komparatif dengan lebih hati-hati daripada maine, dalam karyanya Tableau des origins et de I’evolution de la famille et de ia propriete (1890), dan khususnya dalam coutume contemporaine et la loi ancienne (1893). Kovalewski mendapatkan dalam “ilmu perbandingan sejarah hokum (the comparative history of law ) perwujudan emperisme sosiologis di lapangan ini; ia percaya bahwa fungsi dari ilmu tersebut ialah mencari persamaan-persamaan dan bukannya perbedaan-perbedaan. Tetapi bersama itu , ia menggunakan usahanya tak untuk menelaah silsilah yang tiada kesudahannya dari lembaga-lembaga hokum yang dahulu, yakni, untuk menetapkan tipe hokum kuno (archaic law). Karena, ia mengakui “mata rantai yang menghubungkannya hilang. Lebih hati-hati lagi adalah Dereste dalam karyanya Etudes d”Histoire de Droit (1902); ia membatasi dirinya dengan menguraikan hokum purba, rakyat demi rakyat, dan menentang suatu generalisasi sosiologis dari evolusi hokum, bahkan juga menentang “ethnologi hokum” (juridical ethnology) yang menyelenggarakan suatu tipe umum dari hukum kuno.
Sarjana hokum Austria, R.V.Ihering, seorang ahli sejarah hukum Romawi yang masyhur (cf. Geist des Romischen Rechts, vol.I-III, 1865-9), bertindak lain. Ia membahas hokum romawi dalam semangat sosiologis yang lebih luas, mengintegrasikan perubahan-perubahannya dengan evolusi masyarakat romawi sebagai keseluruhan dan dengan tepatnya berusaha “untuk mematahkan pesona, yang membelenggu kita dan membuat kita membalikkan ilmu hokum menjadi ilmu pasti”
Gough ,1890;jilid ketiga, 7 jilid, 1911-15), dan kesimpulan mengenai lembaga-lembaga hokum kuno dalam The Magical Origin of Kings 1905, dan Psyche’s Task, 1909) menimbulkan serentetan masalah betul-betul asasi mengenai hokum kuno (archaic). Meskipun adanya kesimpulan-kesimpulan umum yang terlalu tergesa-gesa dan evolusionisne yang sangat diragukan kebenarannya, namun antropologi tersebut, ternyata tak berpretensi untuk menggantikan keseluruhan dari sosiologi hokum atau menganggap dirinya sebagai pengganti suatu teori hukum.
Ahli sosiologis perancis yang masyhur Gabrial Tarde (1843-1904) menciptakan teorinya tentang peniruan-peniruan social, yang terdiri dari ulangan-ulangan penemuan perseorangan, ia secara intensif mengasyiki masalah kepidanaan. Dalam karyanya Criminalite Comparee (1888), La Philosphie Penale (1890), Etudes Penales et Sociales (1892), Lesfoules et les sects criminalles (1893) yang dicetak kembali dalam L’Opinion et la foule (1901), ia berusaha menelaah kejahatan selaku fungsi yang dianggapnya sebagai suatu kenyataan social.



PELETAK-PELETAK DASAR SOSIOLOGI HUKUM
1)      Durkheim
Karya Durkheim De la division du travail social dan “deux lois de l’evolution penale”, semua karyanya termasuk dalam catatannya yang penting yang diterbitkan dalam Annee Sociologique.
Suatu analisis yang lebih terperinci menyebabkan Durkheim mengadakan tipe-tipe lainnya di dalam tipe utama dari peraturan-peraturan hokum dan bentuk-bentuk kesetiakawanan ini. Dengan demikian, di dalam hokum restitutif, Durkheim membedakan hokum kontrak dari hokum yang berada di luar kontrak (hokum rumah tangga, hokum serikat buruh, hokum konstitusionil, dan lain-lainnya). Selanjutnya ia menyatakan bahwa dalam kontrak itu tak semuanya bersifat kontrak dan bahwa sering kerja sama kita yang bersifat suka rela menciptakan kewajiban-kewajiban yang tak kita inginkan, yakni, ada timbul di bawah bentuk kontrak hokum yang tidak dapat dikembalikan kepada jumlah anggota-anggota atau apa yang semenjak Durkheim dinamakan actes-regles (undang-undang yang mengatur) atau “contracts of adhesion”.
Durkheim menimbulkan masalah sosiologi hokum diferensial dengan mengadakan suatu klasifikasi dari tipe-tipe social yang nilainya berbeda suatu sama lainnya dan menelaah system hokum yang bersesuaian dengan setiap-tiap tipe ini. Sudah tentu di sini ia berundan dengan tipe hokum dari masyarakat-masyarakat yang meliputi segala-galanya (all-inclusive society) yang sama sekali identik dengan kesetiawanan mekanis dan mempunyai suatu sistem hokum yang seluruh bersesuaian dengan hokum represif : ini adalah “horde” atau masyarakat yang tak terbagi-bagi.
Durkheim membeda-bedakan : (1) tipe masyarakat bersahajanya yang berbidang-bidang, yang terbentuk dari clan-clan (horde yang diintegrasikan dengan satuan yang lebih besar) – seperti yang terdapat di antara bangsa Australia dan Iroquoi ; (2) tipe masyarakat berbidang bidang yang tersusun secara sederhana, yang dalamnya terlebur banyak suku (misalnya konfederasi Iroquoi atau Kabyle); (3) tipe masyarakat berbidang-bidang yang tersusun rangkap, seperti kota-kota, uni dari konfederasi-konfederasi, suku-suku (misalnya Curiae Romawi). Tiap-tiap tipe masyarakat yang meliputi segalanya ini mempunyai struktur keagamaan, hokum dan ekonominya sendiri.
Durlheim memakaikan pandangan-pandangan umum tentang perkembangan hokum hanya kepada satu tipe masyarakat : tipe yang tersusun dari klan-klan totem. Pembatasan ini adalah kekuatan besar dari sosiologi hokum genetisnya, karena sosiologi hokum ini mungkin, jikalau kita telah mengulanginya berkali-kali, hanya di dalam suatu rangka kualitatif, karena berbagai factor perubahan digabungkan di dalam tiap-tiap tipe dengan cara yang tak beraturan.
Durkheim cendrung kepada monism social dan hokum : ia mnyusun kelompok-kelompok bahwanya dalam suatu hierarki yang rapi, dan kelompok-kelompok professional senantiasa dibawahkan kepada Negara, yang lebih tinggi dari pada masyarakat internasional. Pandangan ini, yang sangat bertentangan dengan ini, yang sangat bertentangan dengan relativisme sosiologis, pada hubungannya dengan konsepsinya tentang kesadaran kolektif yang khas, yang menggantikan penggandaan kesadaran-kesadaran kolektif yang saling bertentangan yang kita peroleh dari dalam kehidupan masyaraka keseluruhan, dan bahkan di dalam setiap kelompok yang khas.
2)      Duguit, Levy, dan Hauriou
Tiga peletak dasar sosiologi hokum bangsa perancis, Leon Duguit (Meninggal tahun 1938), Emmanuel Levy, dan Maurice Hauriou (meninggal tahun 1930), sampai pada sosiologi hokum bukan dari sosiologi, tetapi dari ilmu hokum. Sedang dua orang tersebut dahulu dapat di anggap sebagai murid-murid Durkheim, maka yang terakhir ini menganggap sebagai lawannya. Tetapi, Haurio-lah yang meneruskan mencarisintesa antara realisme dan idealisme sebagai suatu dasar bagi sosiologi hokum. Sebaliknya, Duguit menganggap dirinya “realistis dan bukannya naturalistis” dalam orientasinya, sedang Levy cenderung kepada subjektivismenya yang sangat idealistis. Mengenai pembahasannya tentang masalah-masalah yang kongkret mereka memusatkan perhatiannya kepada tipologi hokum dari kelompok-kelompok yang khas, suatu bahasan yang agak terabaikan oleh Durkheim; selanjutnya, mereka menambahkan kepada penyelidikan ini bahsan perubahan-perubahan system hokum dewasa ini. Sementara itu, mereka menegaskan peranan hokum yang spontan dan dinamis, sebagai dasar kenyataan social hokum. Tetapi apa yang kurang pada ketiga sarjana itu ialah bahsan-bahasan masalah mikrososiologi hokum, dan juga difrensiasi antara tiga aspek fundamental dari sosiologi hokum; dalam hal ini, dipandang dari sudut metodis, mereka kurang dibandingkan dengan Durkheim, meskipun lebih unggul dari pada Durkheim dalam memahami keanekaragaman kenyataan  kehidupan hokum dewasa ini.
Leon Duguit tidak begitu mengindahkan bahsan sosiologi hokum itu sendiri, melainkan mementingkan penggunaannya dalam ilmu hokum- yakni teknis sebagai seni dari sistematisasi hukumyang benar-benar berlaku, khususnya hokum konstitusionil.
Emmanuel Levy, member orientasi yang semata-mata bersifat objektif dan idealistis. Buku-bukunya, La’Affirmation du Droit Collectif (1903), dan Les Fondements de Droit (1929), merupakan sosiologi hokum berdasarkan semata-mata atas “kepercayaan-kepercayaan kolektif”.
Maurice Hauriou, sama seperti Durkheim berusaha mencari suatu dasar yang “idealistis-realistis “ bagi sosiologi hokum. Tetapi tidak seperti Durkheim, ia dengam tegas membenarkan ketidak mungkinan direduksikannya lagi tingkat nialai-nilai dan gagasan-gagasan yang mengambil bagian di dalam kehidupan social, mengenai akal budi kolektif yang memahami nilai-nilai dan gagasan-gagasan itu. Sebaliknya, menurut Maurice Hauriou, gagasan-gagasan ini member perlawanan, dan bertindak sebagai objeknya.
3)      Max Weber dan Eugene Ehrlich
Meski sosiologi hokum Max Weber (meninggal dunia tahun 1922), yang diutarakannya dalam Bab VII pada bagian ke-2 dari Wirtsschaft und Gesellschaft, telah diterbitkan bertahun-tahun kemudian dari karya-karya sarjana Austria, Eugene Ehrlich (yang meninggal dunia tahun 1923), namun konsepsi-konsepsi Ehrlich bolehlah dianggap sebagai suatu jawaban pendahuluan terhadap kecendrungan weber  untuk membawakan sosiologi hokum kepada sistematisasi ilmu-ilmu hokum yang dogmatis konstruktif.
Kenyataannya bahwa “ilmu” hokum dogmatis –normatif bukanlah suatu ilmu melainkan semata-mata suatu teknik yang dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan pengadilan yang bersifat temporer, menjadi sangat jelas apa bila diketahui bahwa yang asas-asas yang biasanya dianggap bersumber pada “logika hokum” yang tidak berubah-ubah, sesungguhnya hanyalah penyesuaian kepada keadaan-keadaan kesejarahan yang sangat konkret. Demikian lah tiga “postulat” dari “ apa yang dinamakan logika yang sebenarnya”.
Postulat yang pertama –terikatnya hakim-hakim kepada dalil-dalil hokum abstrak yang ditetapkan terlebih dahulu – adalah semata-mata hasil absorsi yang disengaja dari hokum asing (romawi) oleh sekelompok Negara-negara daratan Eropa.
Postulat kedua- bahwa semua hokum tergantung kepada Negara hanya diterima mengingat kebutuhan-kebutuhan monarki absolute (quod principi placuit habet legis vigorem) dan kemudian beralih kedalam rezim-rezim republic.
Postulat terakhir- kesatuan monistis dari hokum, adalah semata-mata suatu teknik yang menguntungkan sentralisasi yang berlebih-lebihan dari Negara, suatu prosedur yang secara sadar bersifat khayal dan berdasarkan rasionalisme deduktif. Postulat ini demikian bertentangan dengan kenyataan hokum yang hidup.
4)      O.W. Holmes
Fase persiapannya berkaitan erat dengan nama hakim holmes, salah seorang sahabat karib dari filosop besar amerika, William james. Dalam bukunya Common law (1881), dan lagi dalam serangkaian bahasan-bahasannya yang penting, holmes sudah member isyarat yang disebut dengan tepatnya oleh professor arondon “revolusi sosiologi dalam ilmu hokum” di amerika sambil menolak dengan tegasnya baik mazab anlitis maupun mazab historis, holmes menekankan perlunya bagi sarjana huku untuk yang berkaitan dengan pekerjaanya memberikan perhatian kepada penalahaan yang objektif dan empiris dari kenyataan social yang aktuil,bagaimana sebagaimana yang dilakukan oleh ilmu-ilmu social, khususnya sosiologi
5)      Roscoe Pound
Sosiologi hokum di Amerika serikat telah menemukan ketelitian yang sangat terperinci dan meluas, berkat penemuan ilmiah Roscoe pound, paka tiada tandingnya dari mazab “ilmu hokum sosiologis yurifrudensi”. Pikiran pound dibentuk dari hasil ketentangan secara terus menerus dari masalah-masalah sosiologis,masalah-masalah filsafat, masalah-masalah sejarah hokum, masalah-masalah sifat pekerjaan pengadilan-pengadilan amerika (unsure kebijaksanaan administrative dalam proses pengadilan). Pemikiran pound lebih mngutamakan tujuan-tujuan praktis : (1).menelaah,(2).mengajukan,(3).menciptakan,(4).study,(5).membela aje,(6).tujuan
Berbagai defenisi hokum dan berbagai filsafat hokum pada tingkst pertama adalah suatu usaha untuk menerangkan secara rasional hokum massa dan tempat atau beberapa unsure didalamnya yang tepat dan khas.
6)      Benjamin Cardozo
Seperti halnya dengan sosiologi hukum holmes dan pound,maka sosiologi hokum hakim cardoozo ini bertolak dari perenungan tentang perlunya memperbaharui teknik hokum yang actual dengan menutup jurang antara teknik hokum itu dan kenyataan hokum yang hidup dewasa ini
Meskipun demikian, Cardozo tidaklah mau mengikuti yang dicontohkan duguit, krabbel dan ehrlich dan untuk memasukkan kenyataan social yang terdalam hokum itu sendiri.sambil mengecam penulis-penulis tersebut, yang menyatakan bahwa”adat kebiasaan”hanya menjadi hokum jika mendapat sanksi atau mampu mengadakan sanksi demi pengadilan-pengadilan. Ia bersandar pada defenisi holmes tentang hokum sebagai suatu “Ramalan tentang apa yang akan dilakukan oleh pengadilan menurut Cardozo,cukup memadai untuk menetapkan kemungkinan berhasil, bahwa adat kebiasaan pada suatu hari akan dapat “berwujud sebagai suatu pertimbangan” untuk menganggapnya sebagai hukum

REALISME HUKUM DAN SELANJUTNYA
Para realis-realis hokum memulai dengan interpretasi yang sangat sempit dan sungguh-sungguh buruk dari defenisi hokum holmes, yakni hokum sebagai “ramalan tentang apa yang akan dilakukan oleh pengadilan-pengadilan”. Sambil menghapuskan dari pertimbangan mereka peraturan, azas, pedoman, nilai-nilai,pendapat-pendapat para hakim dan akhirnya hokum yang dipaksakan kepada pengadilan-pengadilan secara langsung atau tidak langsung para realis ini secara primitive mereduksikan hokum menjadi putusan-putusan para hakim semata-mata, atau lebih tepat : kelakuan-kelakuan hakim.
Beberapa realis bahkan ingin melangkah lebih jauh lagi.mereka menegaskan gagasan bahwa semua yang tak terlihat tidak teraba dalam hukum.nilai-nilai rohani khusus yang terwujud didalamnya,pandangan realities hokum,bahkan mereka yang paling cermatpun.
Sosiologi hokum, demikian ditegaskan sekarang,harus memperhatikan jenis-jenis masyarakat yang berbagai macam dan peranan kelompok-kelompok tertentu dalam setiap kelompok dan  harus diterangkan dalm setiap tipe saling tidak social.demikkianlah,obyek sosiologi hokum tidak dapat dan tidak harus dihubungkan dengan adanya pengadilan-pengadilan Negara.

BEBERAPA ALIRAN DEWASA INI
Di Perancis studi-studi terbaru di lapangan sosiologi hokum (kecuali bagi aliran-aliran dalam mahzab Durkheim) pada umumnya memusatkan usahanya kepada suatu penguraian dari percobaan-percobaan dalam hokum kepada suatu studi mengenai corak-corak khas hokum serikat-serikat hokum yang berlawanan dengan hokum Negara. Maximo Lorey, dalam buku-bukunya yang sekarang menjadi klasik. Menyumbangkan suatu contoh untuk jenis studi ini, yang hanya berdasarkan pengamatan deskriptif dari corak ragam empiris dan di bebaskan dari segala tuntutan dan kecendrungan yang dogmatis.
Lebih penting lagi di lihat dari sudut sosiologi hokum yang sesungguhnya ialah sumbangan John R. commons dalam karyanya yang luar bias. The Legal Faundations of Capitalism (1924). Sebagaiamana yang dijuntukkan oleh judulnya, buku ini khususnya diperuntukan bagi pelukisan sosiologis tentang system hokum dewasa ini, yakni tipologi hokum masyarakat serba meliputi sekarang ini.
Sosiologi hokum genetis di eropa tengah, yang diterapkan pada masyarakat dewasa ini, harus dicatat secara khusus karya seorang Austria, Karl Renner, yang berjudul De Rechtsinstitute des Privatrechts und ihre Soziale Funktion des Rechts. Buku ini menentang “kerangka hokum” yang tidak dapat diubah-ubah dengan akibatb ekonomi serta sosialnya di bawah pemerintahan kapitalisme.

0 komentar :

Posting Komentar